Trijoko dalam pusaran tabu yang digunjingkan.

buku sunan ngeloco yang ditulis mas Edi ini tidak hanya lucu, tetapi juga membawa pengalaman kita mengarungi usia dewasa.

ulasan buku sunan ngeloco | wide image
ulasan buku sunan ngeloco | maszule

Membicarakan Seks bagi masyarakat yang dibesarkan dengan nuansa adat dan agama yang kental, laksana membahas hal-hal berbau komunis. Ia dianggap tak layak di satu sisi, tapi rekat dalam keseharian.

Ada batasan-batasan moral yang mesti dilanggar, ketika kata-kata ekpresi umpatan, bentuk alat kelamin, pun cara memuaskannya, dibahas dalam buku ini, lembar demi lembar.

Terlebih, bila frasa agama terserap sengaja dan diajak merudung di judul buku. Itulah asumsi awal saya mendapati buku bersampul hijau muda ini, tersusun di rak-rak buku, dan mencoba menggoda ditelanjangi dalam semalam.

| wide image
Review buku sunan ngeloco ; Dok pribadi.
Terlebih nama di balik judul buku ini. Mas Edi AH Iyubenu, yang sejauh penelusuran saya, tulisannya sangat dekat dengan bahasan agama --dalam bukunya; berhala wacana dan Islam yang menyejukkan, misalnya, kali ini tampil dengan mengangkat hal-hal yang dianggap aneh bin tabu.

Alih-alih berharap buku ini kental dengan nuansa spiritual demi menginsyafi kebiasaan ngeloco, Penulis, jutrsu menawarkan kisah romantis ala kenakalan remaja dan berhasil mengurai ketabuan ngeloco yang dibungkus dengan bahasa-bahasa sederhana dan penuh pisuhan di sana-sini.

Sebagai pembaca, saya merasa menikmati dominannya unsur realis dalam novel ini dan mau tak mau, mengajak pikiran pembaca berimajinasi sedemikian liar, pun menertawakan dalam sekali waktu, sembari mengingat; kapan dan di mana ritual perlocoan kita bermula?

Tokoh Trijoko --sang pemeran utama pun guru kita-- di dalam novel ini, adalah semacam kenderaan menapaki kisah dunia perlocoan dari tahap pemula, sampai ke tingkatan kemahiran paripurna.

Ia, dibawa bertualang memenuhi hasrat seksualnya dari yang paling sederhana (ngeloco) sampai bercumbu dengan  pahlawan wanitanya, Niken, pun selingkuhan yang ia gelari pacar ganasnya ke tingkatan ngeloco ekstrim; Ngeloco, di atas atap.

Keanehan kisah ini bermula dengan adegan ngeloco berjamaah di sekolah. Pelepasan keperjakaan teman-teman Trijoko semasa SMP dirasa cukup aneh bagi kebanyakan orang normal. Aktivitas ngeloco, yang seharusnya ditunaikan dalam ranah privat, bagi mereka, dianggap lebih menantang bila ditunaikan dengan asas kebersamaan dalam pertemanan (ngeloco berjamaah). Membayangkan saja, saya mengerutkan dahi sekaligus memaki dan menertawakan kejadian itu.

Nuansa komedi terasa menghiasi perjalanan novel ini. Semisal, bagaimana Trijoko sedang asyik menunaikan aktifitas ngeloconya dan tiba-tiba, terganggu dengan kehadiran ibunya yang mendengar keriuhan dari kamar Trijoko.

Ada lagi tingkah kelucuan Trijoko tatkala membuat puisi untuk kekasihnya Niken. Tri memparodikan judul cerpen Seno Gumira Ajidarma ke dalam puisinya yang ia beri judul; sepotong jembut untuk pacarku.

Atau, bagaimana beberapa novel popular kesukaan Niken, diparodikan dengan absurd, mulai dari Kerang yang dikecapi asam manis tak pernah membenci wajan dan terbacok petuah bijak (H.49).

selain itu, nama-nama tokoh dalam novel ini banyak menyiratkan gelar sesuai pengalaman dari si punya gelar. Sundari, misalkan. Gelar yang diberi Trijoko kepada pacarnya, Niken, adalah akronim dari SUN Dada Kiri. Gelar penuh keabsurd-an yang sarat nuansa seks (H. 111).

Meskipun novel ini sarat dengan aktivitas ngeloco dan seks absurd. Bukan berarti, tidak ada hikmah dan pesan mendalam yang bisa kita petik dalam novel ini. Sebaliknya, bila pembaca mau mencermati, ada-ada saja nasehat absurd tapi sarat petuah yang terselip di antara cerita.

Misalkan, selepas Trijoko bersama pacar ganasnya menunaikan aktivitas ngeloco di balik pepohonan, Trijoko merenung dan sampai pada kontemplasiny.

“Manusia itu seperti resleting, terbuka dan tertutup berulang-ulang, memasukkan dan mengeluarkan cinta berkali-kali, tetapi seperti  yang disembunyikan di balik resleting, pada akhirnya ia akan sendiri (h.118).”

Bila anda menanyakan bagaimana dengan tokoh dengan gelar Sunan di dalam novel ini, dengan penuh maaf, saya belum akan menjawabnya. Sebab saya tak sampai hati, memebeberkan kisah Sunan dalam dunia perlocoan kita. Sebagaimana pesan di sampul buku ini ; tolong jauhkan (buku ini) dari jangkauan anak-anak –juga orang-orang dewasa yang belum lunas menjadi manusia.

Komentar

(1)

Posting Komentar