Menelisik Makian Gorontalo dari sisi berbeda

tulisan ini mengulas tentang macam-macam makian Gorontalo. makna dibalik makian Gorontalo, dan sebaran penggunaan makian orang Gorontalo.

| full image
foto by engin akyurt on Unsplash

Disclaimer :tulisan ini tidak bermakud mengajari kata makian suatu daerah atau menganjurkan kebiasaan memaki. sebaliknya, tulisan ini hanya hendak memahami kata-kata makian dari sisi sosial di luar lingkup moral.


Dalam obrolan sehari, memaki kerap menjadi satu aktifitas tersendiri sbagai upaya ekspresif dalam menanggapi sesuatu. meski begitu, kegiatan memaki, diluar dari batsan moralitas, sebenarnya menarik untuk ditelusuri lebih lanjut.

Tahun 2016 silam, di kontrakan Gowok yang berlokasi di sekitaran kampus UIN SUKA Jogja, secara nakal, tercetus ide mendata seberapa banyak makian Gorontalo yang kerap dilontarkan oleh masyarakat Gorontalo.

Kami mersa penasaran aja sih, kira-kira bila dibandingkan dengan daerah lain, ada berapa banyak kosa kata makian Gorontalo. dari ide iseng semata, lama-lama begitu diseriusi, hasilnya makin mengejutkan kami.

Untuk memulai penelusuran, kami mencoba menulis satu persatu kata-kata makian yang sering digunakan oleh masyarakat Gorontalo sehari-hari. kata-kata tersebut bisa bersumber dari ingatan ketika mendengar orang  mengumpat, atau makian yang pernah terbaca entah di pesan whats app atau facebook.

Setelah terkumpul, data itu disodorkan ke beberapa teman mahasiswa yang tinggal serumah dengan kami. dari sinilah, ada teman yang ikut menambahkan kosa kata makian Gorontalo yang belum kami tulis, atau sekedar mengoreksi kesalahan penulisan.

Setelah terkumpul, kami menelusuri arti ataupun makna dari masing-masing kosa kata makian Gorontalo tersebut. rujukan akademis yang bisa kami tuju, adalah kamus bahasa Gorontalo yang disusun mendiang Mansur Pateda.

hasilnya, sebagian kosa kata makian tersebut berhasil kami temukan maknanya. sebagian lagi sulit kami temui.

Mungkin karena kata tersebut berasal dari bahasa bonda (daerah Suwawa) dan bahasa Atinggola. keduanya merupakan bahasa daerah yang digunakan oleh masyarakat Gorontalo di kabupaten Bone Bolango dan Gorontalo Utara.

Di lain sisi, referensi kamus bahasa daerah Suwawa dan Atinggola yang disusun oleh mendiang Mansur Pateda, belum kami miliki. baik secara digital maupun bentuk fisik.

Dari hasil pengumpulan kosa kata makian itulah, kami mengklasifikasikan  mana makian yang berasal dari satu kata turunan. Sejauh mana sebaran makian yang tidak hanya dibatasi oleh suku dan daerah secara geografis, juga pada makian yang merujuk pada jender tertentu.

***

Macam-Macam Makian Gorontalo.


Secara garis besar, makian di Gorontalo terdiri dari frasa nama hewan dalam bahasa daerah. Lalu ada frasa yang mengandung aktifitas bersetubuh (seks), kata sifat, perkakas tubuh, jender, nama setan dalam kepercayaan lokal, dan sisanya belum diketahui maknanya.

Kata olobu misalkan, merupakan kata yang merujuk hewan kerbau dalam bahasa Gorontalo. Begitu juga dengan apula yang berarti anjing. batade (kambing).

Kata-kata itu dilampiaskan untuk merujuk pada sifat hewan. olobu menggambarkan sifat lamban kerbau dan apula yang menyifati galak. rerata kata olobu dan Apula kerap digunakan sebagai makian verbal sehari-hari.

Untuk kata yang merujuk pada aktifitas seks tersendiri, seringkali diikuti juga dengan objek jender (terutama perempuan/ibu). Makanya, kesannya terdengar kasar melebihi makian lainnya. Kata-kata ini juga punya banyak turunan akhiran yang berbeda-beda. Semisal, hule,hulelilo, hulelilolo, hulelilamu, hulelimamamu. Untuk yang terakhir inilah, objeknya melekat pada jender perempuan.

Adapun kata sifat biasanya menggambarkan sifat terhadap objek yang dikenai makian. Semisal, arti kata hutodu yang bermakna bau. Huangango yang bermakna banyak cerita/bercerocos. Hulodu yang berarti bodoh. Biasanya sifat keburukanlah yang sering diserap sebagai kata makian.

Tahede dan Kalumba bermakna sebutan untuk makhluk halus dalam kepercayaan masyarakat lokal. 
Tahede sendiri bermakna setan besar. Sedangkan kalumba berupa setan berwujud setengah kambing yang kalau berjalan, arahnya  mundur ke belakang. Setan Kalumba ini biasanya dijadikan peliharaan pesugihan dan gemar memakan sisa ampas kelapa.

Untuk kalumba, sebaran katanya tidak hanya dimiliki oleh masyarakat Gorontalo. Tetapi juga meluas sampai ke Palu. Kemungkinan pesebaran masyarakat Gorontalo yang melakukan perantauanlah turut serta memperkenalkan istilah ini.

Ada juga kata Ponggo yang digunakan untuk menggambarkan setan pemakan bayi. Berwujud setengah manusia tapi sisa badannya berupa organ tubuh dalam sampai usus dan kerap terbang di malam hari. Ada suara pok pok pok yang ditimbulkan ketika ia terbang. 

Ponggo dianggap siluman karena mewujud pada manusia yang masih hidup. Ponggo sendiri kerap dilabelkan pada perempuan. adapun di kawasan daerah timur Indonesia, setan ponggo biasa dikenal dengan sebutan suwanggi. Sedangkan di Gorontalo sendiri, kata suwanggi merujuk pada jenis jeruk nipis yang daunnya harum dan sering digunakan sebagai bumbu masakan.

Makian setan ini, bagi sebagian masyarakat dianggap pamali bila diucapkan. Karena ada kepercayaan, penyebutan namanya bisa mengundang kehadiran makhluk tersebut. Ketiga makhluk halus setan Gorontalo ini tidak memiliki identitas ke-beragama-an sebagaimana klarifikasi antropolog  Clifford Geertz yang menyelidiki mahkluk halus di Jawa (dedemit) dalam tiga kategorinya; abangan, priyai, dan santri dalam penelitian agama Jawa yang terkenal itu.

Untuk makian yang merujuk pada tubuh sendiri, tidak hanya merujuk pada kemaluan. Semisal, kodo, tele (vagina) dan hutu (penis). Tetapi ada juga kata-kata ngango, huangango, haungangamu, yang ketiganya merujuk pada mulut. Sedangkan huange’e diartikan ketiak.

Kata-kata ini lazim digunakan terutama untuk mengungkapkan kekesalan akan kebenaran berita ataupun topik obrolan. Semisal, bila ada kabar ditemukannya hewan berkepala manusia, lantas ada yang menimpilai; jangan cuman huangango ini, untuk menegaskan kebenaran suatu berita. kadang kala kata huangango sering dilontarkan guna merespon lawan bicara yang plin plan ketika berjanji.

Lain dengan huange’e. kata ini  biasanya sisipan celetukan di dalam obrolan. Semisal, bila ada orang yang menyinyir karena lama menjomlo, lalu ditanggapi dengan kata huange’e. 

Makian yang belum bisa dicari padanan makna biasanya memiliki banyak turunan dari kata asal. Makian ini terdiri dari cuki yang punya tambahan kudacuki. Kata puki yang turunannya bangpuki dan lubangpuki.

Sebaran Makian Gorontalo


Kata tendelingisi, pundilingisi, kundililo, merupakan kata yang sampai sekarang belum juga diketahui artinya. Ketiga kata itu, biasanya digunakan masyarakat pesisir daerah Bone Pantai juga Suwawa. Kemungkinan juga sebarannya bisa mencakup daerah lain. 

Kata pemar, pemai yang secara sebaran, sering juga digunakan oleh masyarakat Sulawesi Utara. Meluasnya penggunaan kata itu memang berkaitan erat dengan geografis daerah di masa silam. Di mana, sebelum menjadi daerah otonomi sendiri, wilayah Sulawesi Utara mencakup daerah Gorontalo dan sekitarnya.

Kata-kata makian ini sejatinya membentuk identitas bahasa dan suku masyarakat tertentu. Dan kemungkinan besar, masih banyak kekayaan kosa kata makian di daerah Gorontalo. 

Bagaimanapun daerah ini punya identitas tiga bahasa daerah yakni; Gorontalo, Atinggola, dan Suwawa. Mungkin saja, banyak kosa kata makian yang belum dijumpai berasal dari bahasa Atinggola atau Suwawa itu sendiri.

Layaknya sebuah kata yang terdiri dari ragam asal muasalnya, tentu makian sendiri memiliki multi tafsir dalam penggunaannya tergantung pada konteks terntentu, suasana, irama, dan cara pengucapan.

Kata Tahede misalkan, memiliki makna ganda karena bisa juga merujuk sapaan akrab ke seseorang. begitu juga dengan kata huangango, huangee, dan lainnya. Walaupun banyak juga makian yang memang berkonotasi negative bila diucapkan tidak pada tempatnya. Kepada orang yang lebih tua atau yang dihormati.

Tetapi ada yang patut digaris bawahi, bahwa keragaman kata makian suatu daerah, bila diteliti lebih jauh, memang mengandung konstruksi identitas yang kompleks dari suatu gambaran masyarakat itu sendiri.

Strata sosial, kekerabatan, mistik, geografis, adalah salah satu dari sekian konstruk sosial yang bisa ditemukan dalam kata makian. mengkaji makian dari pendekatan kebahasaan atau linguistik dan ilmu-ilmu sosial akan menambah kekayaan analisis terhadap ragam makian suatu daerah. bukan hanya sekedar pelampiasan emosi semata.

jadi, memakilah dengan baik nan bijak. 😤

Komentar

(6)
  1. ini info yang sangat menarik. angel penulisannya memang berbeda dari yang lain. sebagai warga Gorontalo, tulisan saudara menarik untuk dikaji lebih lanjut.

    BalasHapus
  2. tulisan yang menarik.

    BalasHapus
  3. wakako :v apa artinya wkwkk

    BalasHapus
  4. Apakah lendengisilo termaksud makian gorontalo?

    BalasHapus
  5. Bahkan untuk memaki saja, anak muda Gorontalo harus mengimport makian luar, misal anjir. wkwkw

    BalasHapus

Posting Komentar